SARI
Basa sing apik lan pener iku menawa
manut paugeran kang wis dimupangati masyarakat utawa pemerintah. Salah sawijine
tuladha yaiku Bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia wis kenal karo slogan “Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar”. Apik
lan pener migunakake Basa Indonesia iku mau kajaba sing diomongke (lisan), uga apa sing diserat (tulisan). Semana uga, Basa Jawa migunakake
paugeran sing kaya mengkono mau. Basa Jawa sing diomongke lan diserat iku asale
teka Aksara Jawa. Dadi, Aksara Jawa wis dadi paugeran Basa Jawa lisan lan tulis. Masyarakat sing migunakake Basa Jawa, kudu mituruti paugeran
sing wis dimupangati. Ing zaman saiki, akeh masyarakat Jawa sing ora nggatekake
paugeran iku mau. Sababe, akeh masyarakat sing jumbuh ora bisa mbedakake basa lisan karo basa tulis. Tuladhane akeh banget, “a” ning basa lisan dadi “o” ning basa tulis,
“dh” ning basa lisan dadi “d” ning
basa tulis, “th” ning basa lisan dadi “t” ning basa tulis, lan sapiturute. Kaluputan iku mau
kudu dipenerake, sabab basa iku gandheng renteng karo karakter bangsa lan negara. Cara kang gampang ndandani kaluputan
iku mau, nggawe sarana media sosial
utawa SMS. Diwiwiti saka pribadine
dewe-dewe, menawi nyerat status ning media
sosial utawa ngirim SMS ning
sedulur lan kanca. Cara kang kaya ngono iku bisa ndandani kalem-kalem kaluputan
nyerat Basa Jawa, sabab wong sing maca bisa katularan. Ukara sing luwih luwes,
yaiku ngelmu gethok tular.
LATAR BELAKANG
Kedudukan bahasa begitu penting dalam
kehidupan manusia. Keraf (1984:1), menyatakan bahasa adalah alat yang utama
dalam komunikasi untuk semua orang semua interaksi dan kegiatan dalam
komunikasi untuk semua orang, semua interaksi dan kegiatan dalam masyarakat
akan lumpuh atau mati tanpa adanya bahasa. Bahasa meliputi bentuk lisan dan tulis. Percakapan
atau dialog sehari-hari, pidato, ceramah yang biasa ditemui dalam interaksi sosial
termasuk bentuk lisan. Bentuk tulis, seperti yang tercetak dalam koran,
majalah, surat, dan lain sebagainya. Akan tetapi, antara bahasa lisan dengan
bahasa tulis tentu berbeda. Bahasa yang disampaikan dalam bentuk tulis
mempunyai karakteristik dan kaidah penulisan jelas. Demikian juga dengan bahasa
yang disampaikan secara lisan, memiliki ciri yang khas.
Maka
dari itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal slogan populer, yaitu “Bahasa
Indonesia yang Baik dan Benar. Berdasarkan munculnya slogan tersebut, kiranya
masih banyak masyarakat Indonesia yang belum bisa berbahasa Indonesia yang baik
dan benar. Jika, secara keseluruhan masyarakat Indonesia sudah memahami atau
bahkan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar, maka slogan tersebut tidak
perlu digaungkan. Hal tersebut terjadi, disebabkan Bahasa Indonesia masih
tergolong muda. Bahasa Indonesia merupakan adaptasi dari Bahasa Melayu yang
diresmikan menjadi bahasa nasional pada prosesi Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Semakin berkembangnya zaman, maka Bahasa Indonesia juga mengalami perkembangan.
Masyarakat yang tidak mengikuti perkembangan Bahasa Indonesia, baik lisan
maupun tulis terancam tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benar. Maka
dari itu, slogan “Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar” senantiasa digaungkan
oleh pemerintah melalui lembaga bahasa dan lembaga pendidikan.
Hal
tersebut juga terjadi di dalam Bahasa Jawa. Banyak masyarakat penutur Bahasa
Jawa – dalam hal ini orang Jawa – belum bisa memahami Basa Jawa sing apik lan pener, dan juga belum bisa membedakan antara
bahasa lisan Jawa dengan bahasa tulisan Jawa. Sebenarnya tidak banyak
kekeliruan dalam bahasa lisan, tetapi ketika bahasa lisan itu ditulis,
kekeliruan akan banyak ditemukan. Kekeliruan tersebut banyak ditemukan di media
sosial dan SMS yang menggunakan Bahasa Jawa. Status-status di media sosial
Facebook, Twitter, BBM, dan sebagainya yang menggunakan Bahasa Jawa tidak
sesuai dengan aturan baku Bahasa Jawa. Komentar-komentar untuk status yang
berbahasa Jawa tersebut juga banyak yang tidak sesuai dengan kaidah Bahasa Jawa
yang baik dan benar. Selain itu, banyak SMS menggunakan Bahasa Jawa yang saya
terima sama seperti status-status di Facebook, bahkan berantakan secara
struktur kebahasaan.
Menurut
saya, inilah waktu yang tepat mengenalkan lagi Basa Jawa sing apik lan pener kepada masyarakat, karena hampir
setiap orang – sekarang ini – mempunyai media sosial. Ong (2013:269) menyatakan
zaman sekarang ini muncul pergeseran dari kelisanan menuju keaksaraan dan
lanjutan keaksaraan, yakni cetakan dan pemrosesan elektronik terhadap
verbalisasi. Maksdunya, manusia berbondong-bondong menjadi penulis di media
sosial. Dari media sosial tersebut, orang juga bebas mengomentari. Maka dari
itu, akun-akun yang kita buat di media sosial dapat digunakan atau dikelola
untuk mengenalkan kembali menulis menggunakan Basa Jawa sing apik lan pener kepada masyarakat, terutama
teman-teman kita di media sosial.
Di
sisi lain, penamaan tempat, seperti warung dan toko yang menggunakan Bahasa
Jawa juga tidak sesuai kaidah berbahasa Jawa. Padahal dasar dari Bahasa Jawa
adalah Aksara Jawa, dimana antara “a” dan “o” jelas berbeda. Huruf “a” berasal dari aksara “ha”, sedangkan huruf
“o” berasal dari aksara “ha” yang ada “taling tarung”. Contoh kekeliruan yang
saya temukan, yaitu penamaan salah satu warung: Warung Wong Jowo. Seharusnya, penulisan
yang benar dari warung tersebut, yaitu Warung Wong Jawa. Contoh kekeliruan
lainnya, yaitu Toko Monggo Kerso, yang seharusnya Toko Mangga Kersa. Masih
banyak lagi kekeliruan yang saya temukan pada penamaan tempat, tetapi dalam
makalah ini saya fokus pada kekeliruan penulisan dalam media sosial dan SMS.
Berdasarkan
uraian tersebut, kiranya – meminjam Jangka Jayabaya – Wong Jawa ilang jawane, salah satu tandanya bahwa masyarakat Jawa
sendiri belum bisa menulis menggunakan Basa
Jawa sing apik lan pener. Bahasa merupakan produk kebudayaan sekaligus
bagian dari pembinaan karakter bangsa. Bahasa berkorelasi langsung dengan
karakter, karena dari cara menggunakan bahasa, seseorang akan terlihat
karakternya. Bahkan, integritas suatu bangsa ditentukan bagaimana masyarakatnya
menggunakan bahasanya. Sebenarnya, tidak bisa dipungkiri bahwa Bahasa Jawa
merupakan bahasa agung, dimana mempunyai strata berbahasa antara satu orang
dengan orang lainnya. Strata tersebut yang populer di masyarakat, di antaranya
Basa ngoko, Basa Krama, dan Basa Krama Inggil. Strata bahasa dalam kebudayaan
Jawa merupakan integritas yang dimiliki masyarakat Jawa khususnya, dan bangsa
Indonesia pada umumnya.
Integritas
tersebut merupakan pondasi karakter, karena di dalamnya memuat moral, etika,
dan estetika dalam berperilaku. Integritas tersebut juga bisa runtuh disebabkan
perilaku buruk, dan perilaku buruk dipicu pada awalnya dari kekeliruan
berbahasa, hal ini dalam konteks Jawa, baik secara tulisan maupun hilangnya
strata bahasa Jawa. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu strategi khusus untuk mengiklankan
Basa Jawa sing apik lan pener di
masyarakat. Makalah ini menguraikan cara dan strategi gethok tular untuk menulis menggunakan Bahasa Jawa yang baik dan
benar dalam masyarakat di media sosial. Maka dari itu, judul makalah ini Basa Jawa Sing Apik Lan Pener.
MENGENALKAN
BASA JAWA SING APIK LAN PENER
Zaman sekarang ini
hampir setiap orang mempunyai media sosial pribadi. Satu orang bisa mempunyai
lebih dari satu, seperti Facebook, Twitter, Line, Instagram, Path, BBM, dan
sebagainya. Media sosial tersebut, kiranya efektif untuk mengabarkan berbagai
macam informasi. Selain itu, media sosial merupakan sarana yang mudah untuk
melakukan propaganda. Tentu, propaganda tersebut ada yang positif dan ada yang
negatif. Di sisi lain, banyak sekali status-status negatif aktif dan negatif
pasif bertebaran di beranda-beranda Facebook. Negatif aktif, seperti
menyebarkan isu-isu tidak jelas yang dapat memprovokasi pengguna Facebook lain.
Negatif pasif, salah satu contohnya menulis status Bahasa Jawa dengan tata
bahasa yang keliru. Kekeliruan menulis status menggunakan Bahasa Jawa banyak
ditemukan media sosial, seperti Facebook. Seperti yang disebutkan di latar
belakang masalah, bahwa masyarakat Jawa sekarang tidak memahami perbedaan
antara bahasa lisan dengan bahasa yang dituliskan. Banyak kekeliruan yang
menuliskan huruf “o” yang seharusnya
“a”, huruf “d” yang seharusnya “dh”,
huruf “t” yang seharusnya “th”.
Kekeliruan tersebut
bisa berdampak bagi pengguna lain, baik masyarakat Jawa sendiri maupun bukan
Jawa. Seperti halnya kebaikan, keburukan pun juga bisa menular. Seseorang yang
menulis status Facebook akan dibaca banyak orang, terutama teman-teman yang
berada dalam jaringannya. Jika seorang Jawa menulis status dengan Bahasa Jawa
yang keliru, teman yang berada dalam jaringannya – yang bukan Jawa – akan
menganggapnya benar. Hal tersebut menjadi persoalan, karena orang yang bukan
Jawa, tetapi hidup di Jawa dan ingin belajar Bahasa Jawa akan terpengaruh (nular). Padahal, jika kita memaknai kata
Jawa itu sendiri, yaitu paham atau mengerti. Berdasarkan pemaknaan tersebut,
maka orang Jawa dituntut paham dan mengerti, terutama bahasanya sendiri. Dari
sini, kiranya yang perlu dibenahi adalah pemahaman orang Jawa terhadap tata
bahasa Jawanya.
Di
sisi lain, media sosial Facebook menyediakan perangkat untuk membuat grup.
Kebanyakan grup Facebook banyak memberikan kontribusi positif sebagai ajang
pembelajaran keilmuan tentang berbagai hal. Misalnya, Grup Sastra Jawa Gagrak
Anyar, Grup Sastra Jawa, Grup Sinau Pewayangan, Grup Tukar Kawruh Basa Jawa,
dan sebagainya. Beberapa grup yang disebutkan itu saya pilih, karena berkaitan
dengan permasalahan dalam makalah ini. Akun-akun Facebook yang mengunggah
status pada grup tersebut mempunyai tata Bahasa Jawa yang baik dan benar.
Sebagai contoh unggahan dari Wisanggeni Suta Parta di Grup Sastra Jawa Gagrak
Anyar yang bertanggal 19 Agustus 2016, “Wilujeng
ratri bapa – ibu ingkang kinurmatan,
kula badhe nyuwun tulung dipunjarwakaken ukara ing ngandhap puniki estunipun
kepripun…”.
Berdasarkan
unggahan status tersebut, kiranya pembaca – dalam hal ini seseorang yang belum
mengerti menulis menggunakan Bahasa Jawa – akan memahami, bahkan meniru apabila
akan menulis status menggunakan Bahasa Jawa. Dengan catatan, seseorang tersebut
mengikuti grup dan sekaligus berkeinginan belajar menulis Bahasa Jawa yang baik
dan benar. Pertanyaannya, bagaimana jika ingin mengajarkan Basa Jawa sing apik lan pener kepada teman-teman kita di media
sosial? Salah satu caranya, yaitu memasukkan teman-teman Facebook kita yang
berminat belajar menulis Bahasa Jawa di grup-grup yang saya sebutkan tadi.
Strategi ini efektif dan efisien, karena kita tidak perlu secara langsung
mengajarkan kepada mereka menulis Bahasa Jawa yang baik dan benar. Dengan
masuknya mereka di grup, secara otomatis mereka dapat belajar sekaligus
memahami menulis Bahasa Jawa yang baik dan benar.
Sebagian
teman-teman saya, baik berteman di dunia nyata dan sekaligus Facebook berminat
belajar tentang kebudayaan Jawa. Akan tetapi, sebelum mereka belajar banyak
tentang kebudayaan Jawa, alangkahbaiknya jika memulai belajar dari tata
bahasanya terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut, sebagian teman-teman itu
saya sarankan masuk di grup Facebook, seperti Grup Sastra Jawa Gagrak Anyar,
Grup Sastra Jawa, Grup Sinau Pewayangan, Grup Tukar Kawruh Basa Jawa, dan
sebagainya. Sebagian lagi – tanpa sepengetahuan mereka – saya masukkan langsung
di grup-grup tersebut. Secara otomatis, jika ada akun yang memosting kiriman di
salah satu grup, akun Facebook teman-teman tersebut akan memeroleh
pemberitahuan. Dengan demikian, mereka akan belajar banyak hal tentang unggahan
di grup, terutama tata bahasanya. Berikut beberapa gambar hasil screenshoot
yang merupakan contoh menulis menggunakan Basa Jawa sing apik lan pener di grup
Facebook.
Status-status di
grup seperti contoh di atas, bukan sekadar memberikan informasi dan
pengetahuan, tetapi juga mengenalkan kepada masyarakat kaidah berbahasa Jawa
yang baik dan benar. Anggota-anggota grup yang sebelumnya tidak mengerti tata
bahasa baku Jawa, akan diajari secara tidak langsung melalui unggahan dari
anggota yang lain. Dari sini, menurut pengamatan saya, teman-teman yang
bergabung dengan grup-grup tersebut mengalami perubahan dalam menulis status
menggunakan Bahasa Jawa. Sebagian mereka sudah memahami perbedaan “a” dan ‘o”.
Berikut dua teman saya yang status Facebooknya menggunakan Bahasa Jawa mulai
membaik.
Berdasarkan
unggahan status di atas, grup-grup Facebook seperti Grup Sastra Jawa Gagrak
Anyar, Grup Sastra Jawa, Grup Sinau Pewayangan, dan Grup Tukar Kawruh Basa Jawa
memberikan kontribusi terhadap pengenalan tata bahasa Jawa, sehingga dapat
memengaruhi anggotanya untuk menulis Bahasa Jawa yang baik dan benar. Grup-grup
Facebook dapat dijadikan propaganda mempromosikan kebaikan – dalam hal ini
mempromosikan tata bahasa Jawa, selain memberikan informasi dan mengenalkan
budaya-budaya Jawa yang diuraikan melalui unggahannya. Maka dari itu,
media-media sosial yang kita miliki hendaknya dikelola sebaik-baiknya agar
bermanfaat untuk sesama, terutama untuk integritas bangsa dan negara.
STATUS
MEDIA SOSIAL DIGUNAKAN SEBAGAI STRATEGI GETHOK
TULAR MENULIS BASA JAWA SING APIK LAN
PENER
Pada sub-bab berikut, uraian
berkaitan langsung dengan sub-bab sebelumnya. Jika pada sub-bab sebelumnya
membahas bagaimana mengenalkan Basa Jawa
sing apik lan pener dengan cara memasukkan teman-teman kita di grup-grup
Facebook, maka pada sub-bab ini akan diuraikan strategi mengenalkan Basa Jawa sing apik lan pener secara
lebih lanjut. Strategi tersebut di dalam konteks Jawa biasa disebut gethok tular. Strategi ini kiranya
efektif untuk mengenalkan Bahasa Jawa yang baik dan benar di media sosial.
Salah satu caranya dengan menulis status menggunakan Bahasa Jawa sesuai kaidah
tata bahasa Jawa. Mengapa hal tersebut perlu dilakukan, karena banyak sekali
status-status di Facebook menggunakan Bahasa Jawa yang keliru. Berikut contoh
status keliru yang diambil dari Facebook.
1.
Podo
wingi, isuk ora sarapan sego.
2.
Sopo
sing dino iki nganggur.
3.
Wis
kadung teko tibake wonge ora ono.
Tentu kita tidak
secara langsung menegur atau membetulkan. Salah satu cara efektif, yaitu dengan
memberi komentar menggunakan Bahasa Jawa yang baik dan benar. Misalnya, pada
contoh pertama kita bisa berkomentar, “Aku ya padha wingi, isuk sarapan sega,”
atau Awakmu padha karo aku, wingi sarapan sega, saiki sarapan bubur”.
Kekeliruan pada contoh dua hampir sama dengan yang pertama, tetapi contoh
ketiga ada perbedaan. Dimana, kekeliruan terdapat pada huruf “d” dan “o”. Cara
membetulkan kekeliruan tersebut sama, yaitu dengan mengomentari menggunakan
Bahasa Jawa yang baik dan benar. Misalnya, “kadhung sara mlaku rana, tibake
sing digoleki ora ana. Nasib”. Dengan begitu, pembuat status paling tidak
merasa ada yang berbeda secara penulisan bahasa dengan komentatornya. Berikut
contoh status yang sesuai dengan kaidah tata bahasa Jawa.
Selain di Facebook,
saya banyak menemukan kekeliruan di BBM. Cara membetulkan sama saja, hanya
bedanya kalau di BBM komentar yang kita kirim bersifat pribadi, sedangkan
Facebook komentar yang kita kirim dapat dilihat akun-akun yang berteman dengan
pengunggah status. Akan tetapi, paling tidak cara semacam itu dapat mengenalkan
menulis menggunakan Bahasa Jawa yang baik dan benar. Dengan demikian, paling
tidak pembuat status akan membaca komentar yang secara tata bahasa berbeda. Jika
pembuat status yang keliru itu reflektif, maka strategi gethok tular ini akan berhasil memengaruhi. Dari sini, kita dapat
mengenalkan Basa Jawa sing apik lan pener
secara efektif.
Media sosial
bernama BBM, juga menyediakan perangkat untuk membuat grup. Hanya, grup dalam
BBM terbatas. Maksudnya, tidak sama dengan grup di Facebook yang setiap orang
bisa membacanya. Akan tetapi, melalui grup BBM kita bisa mengenalkan Basa Jawa sing apik lan pener kepada
teman-teman kita. Memang untuk mengajarkan hal tersebut membutuhkan waktu yang
panjang. Maksudnya, ketika kita komentar pada status tidak secara otomatis
teman kita yang selalu keliru menulis menggunakan Bahasa Jawa tersebut
membetulkannya dengan segera. Masih ada beberapa kata yang masih salah tulis,
tetapi sebagian sudah benar secara kaidah. Butuh ketelatenan untuk mengajarkan
sesuatu yang baik kepada orang lain. Berikut contoh dialog di BBM yang beberapa
kata benar, dan sebagian masih keliru.
Contoh dialog hasil
screenshoot di atas, dapat ditemukan
beberapa kekeliruan di samping ada sebagian kata yang ditulis benar. Kata “iso”
pada gambar pertama seharusnya “isa”, dan kata “iyo” yang benar “iya”.
Sedangkan penulisan kata “kerja” sudah benar menurut kaidah. Gambar kedua
kesalahan penulisan terdapat pada kata “budal”, yang seharusnya “budhal”.
Penulisan kata “teka” sudah benar menurut kaidah bahasa Jawa. Gambar ketiga
ditemukan kesalahan penulisan pada kata “kerjo”, yang seharusnya “kerja”.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa kebanyakan kesalahan penulisan
terdapat pada huruf “a” dan “d”. Kesalahan penulisan huruf “a” dipengaruhi dari
bahasa lisan Jawa, sedangkan kesalahan penulisan huruf “d” dipengaruhi Bahasa
Indonesia.
Berdasarkan hasil
pengamatan saya, baik di Facebook, BBM, dan WhatsApp, usaha gethok tular yang dilakukan beberapa teman sedikit demi sedikit berhasil.
Artinya, usaha mengenalkan Basa Jawa sing
apik lan pener melalui media sosial dengan cara menulis status dan
memberikan komentar menggunakan Bahasa Jawa sesuai kaidah mulai memengaruhi teman-teman
lainnya. Walaupun, usaha ini membutuhkan waktu yang panjang, karena kekeliruan
menulis Bahasa Jawa sudah tertanam sedemikian rupa. Usaha ini membutuhkan
ketelatenan dan orang-orang yang peduli akan keselamatan Bahasa Jawa. Bahasa
merupakan identitas bangsa. Maka, siapa lagi yang akan menjaganya?
SIMPULAN
Media sosial, seperti Facebook
merupakan perangkat yang efektif untuk menyebarkan virus-virus positif kepada
masyarakat, khususnya pengguna Facebook. Salah satunya menularkan menulis Basa Jawa sing apik lan pener. Grup-grup
di Facebook, seperti Grup Sastra Jawa Gagrak Anyar, Grup Sastra Jawa, Grup
Sinau Pewayangan, Grup Tukar Kawruh Basa Jawa, dan sebagainya, memberi
kontribusi besar dalam mengenalkan menulis menggunakan Basa Jawa sing apik lan pener. Grup-grup tersebut, berpengaruh
terhadap anggotanya untuk menulis Bahasa Jawa yang baik dan benar. Grup-grup
Facebook dapat dijadikan propaganda mempromosikan kebaikan – dalam hal ini
mempromosikan tata bahasa Jawa, selain memberikan informasi dan mengenalkan
budaya-budaya Jawa yang diuraikan melalui unggahannya.
Di sisi lain, untuk mengenalkan
menulis menggunakan Basa Jawa sing apik
lan pener dengan strategi gethok
tular di media sosial. Strategi ini dapat mengajarkan menulis menggunakan Basa Jawa sing apik lan pener secara
tidak langsung. Caranya, dengan menulis status menggunakan Bahasa Jawa yang
baik dan benar dan dengan memberi komentar menggunakan Bahasa Jawa yang baik
dan benar terhadap status yang ditulis teman. Usaha gethok tular yang
dilakukan sedikit demi sedikit berhasil. Artinya, usaha mengenalkan Basa Jawa sing apik lan pener melalui
media sosial dengan cara menulis status dan memberikan komentar menggunakan
Bahasa Jawa sesuai kaidah mulai memengaruhi teman-teman lainnya.
DAFTAR RUJUKAN
Keraf,
Gorys. 1984. Komposisi. Ende. Flores:
Nusa Indah.
Ong, Walter J.
2013. Kelisanan dan Keaksaraan. Yogyakarta: Gading.
Dipresentasikan di Hotel Inna
Garuda Daerah Istimewa Yogyakarta
Komentar