Dalam kehidupan kita di dunia ini, tentu
setiap orang mempunyai sahabat. Akan tetapi semua yang mempunyai sahabat belum
tentu memahami benar, apa yang dinamakan sahabat. Dari segi bahasa, sahabat
adalah teman atau kawan. beberapa pakar menyebutkan tidak semua teman bisa
menjadi seorang sahabat. Sahabat adalah kita dalam sosok yang lain. Maksudnya,
yang lain itu adalah diri kita, walaupun sosoknya berbeda. Dalam idiom lama
diuraikan, “jika kita ingin mengenal seseorang, maka kita tidak perlu bertanya
siapakah dia atau siapakah anda?”.
Tetapi bertanyalah, “siapa sahabatnya?”.
Hal tersebut disebabkan bahwa karakter sahabat bisa mencerminkan karakter diri
kita. Nabi SAW bersabda “Orang itu mengikuti agama temannya, maka setiap orang
hendaklah melihat siapa yang menjadi temannya (HR. Imam Ahmad dan Abu Dawud).
Dalam hal ini Nabi SAW
berpesan, “Perumpamaan teman yang shalih dengan yang buruk itu seperti penjual
minyak wangi dan pandai besi. Berteman dengan penjual minyak wangi akan
membuatmu harum karena kamu bisa membeli minyak wangi darinya atau
sekurang-kurangnya mencium bau wanginya. Sementara berteman dengan pandai besi
akan membakar badan dan bajumu atau kamu akan mendapatkan bau tidak sedap,”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Berdasarkan
pesan Nabi SAW tersebut kita dapat menangkap bahwa fitrah manusia memang
cenderung meniru tingkah laku dan kebiasaan teman atau sahabatnya. Teman yang
baik secara langsung maupun tidak langsung akan menularkan kebaikannya kepada
kita. Begitu juga sebaliknya, teman yang buruk sedikit demi sedikit akan
menularkan keburukannya kepada kita. Maka dari itu, “sahabat adalah sosok lain
dari kita” bisa dijelaskan bahwa sahabat atau teman merupakan cermin dari
seseorang atau seseorang tidak akan jauh dari kepribadian temannya.
Manusia membutuhkan
sahabat bukan saja sewaktu kita dalam keadaan susah saja. Walaupun sebenarnya
seorang sahabat itu diukur ketulusannya, kejujurannya pada saat kesusahan
menimpa. Sahabat juga kita butuhkan pada saat kita bergembira. Karena tidak ada
gunanya apabila kegembiraan itu hanya kita sendiri yang menikmatinya. Semakin
banyak yang terlibat dalam kegembiraan, semakin besar rasa kebahagiaan itu. Dan
semakin banyak yang terlibat dalam kesedihan, semakin kecil kesedihan itu
dipikul. Seperti pepatah lama “berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing”.
Orang berkata, “tidak
sempit lubang jarum untuk kedua sahabat dan tidak luas dunia ini bagi orang
yang berseteru”. Ilustrasinya, kalau kita di ajak bepergian, tanyalah terlebih
dahulu, siapa yang beserta kita, setelah itu baru bertanya, kemana kita akan
pergi. Karena, jika kita enggan pergi, tapi yang akan menemani kita pergi
adalah sahabat kita, maka kita akan pergi. Dan jika kita ingin pergi, tapi yang
menyertai kita bukan sahabat kita, maka kita enggan untuk jadi pergi. Begitu
penting kedudukan sahabat dalam kehidupan kita, sehingga tidak mungkin manusia
hidup hanya seorang diri. Hal tersebut disebabkan manusia merupakan makhluk
sosial yang membutuhkan orang lain dalam kelangsungan hidupnya.
Menurut pakar bahasa,
ada tanda-tanda bagi seorang sahabat, (1) Sahabat merupakan orang yang paling
sedikit basa-basinya kepada kita, (2) Sahabat merupakan orang yang bergembira
disaat kita gembira, dan bersedih apabila kita bersedih, (3) Sahabat merupakan
seseorang yang tidak meremehkan hak-hak kita. Jika tiga aspek tersebut dapat
terpenuhi, maka dialah yang wajar menjadi sahabat kita. Ada peringatan dari
agama, “Katakanlah kepada hamba-hamba-Ku yang telah beriman:
"Hendaklah mereka mendirikan shalat, menafkahkan sebahagian rezeki yang
Kami berikan kepada mereka secara sembunyi ataupun terang-terangan sebelum
datang hari (kiamat) yang pada hari itu tidak ada jual beli dan persahabatan”
(QS. 14.31). Tetapi, Al-Quran juga menjelaskan bahwa “kelak di hari
kemudian semua persahabatan putus, kecuali yang dijalin dengan ketaqwaan” (QS.
43: 67). Itulah makna dari persahabatan. Semoga kita hidup di dalam
persahabatan dan ketaqwaan.
Komentar