Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu
bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka
mati dalam keadaan kafir (QS. At Taubah:125).
Hal paling berbahaya yang dialami
manusia jika manusia tersebut memiliki penyakit hati, karena dampaknya tidak
hanya di dunia, tetapi juga kelak sampai akhirat. Manusia memang menatap dengan
rasa ngeri penyakit-penyakit berbahaya yang menyerang tubuh atau fisik,
misalnya kanker, tumor, diabetes, gagal ginjal, dan sebagainya. Akan tetapi,
ada banyak teman dan saudara kita yang kuat menaggungnya karena berserah kepada
Allah. Ada seseorang yang kehilangan salah satu anggota tubuhnya karena diabetes,
malah menemukan hidupnya kembali. Ia memang kehilangan kaki, tetapi menemukan
hati. Ada banyak pasien cuci darah yang akhirnya menemukan ilmu keberserahan.
Ini ilmu yang pasti didapat dengan jalan jerih payah karena harus melewati sakit
ginjal yang parah. Ada begitu banyak kerusakan tubuh yang malah membangun hati.
Dengan demikian, datangnya penyakit tubuh mestinya tidak semenakutkan dibandingkan
kedatangan penyakit hati.
Penyakit
hati memang tidak tampak dan kedatangannya begitu halus, sehingga yang
terserang penyakit ini jarang sekali mengetahui bahkan mengakui. Jika penyakit
hati sudah hinggap pada seseorang, maka dampaknya sudah dapat dirasakan. Jika penyakit
hati menyerang sebuah keluarga, misalnya penderita penyakit hati itu bernama
suami, ia akan memutilasi kebahagiaan keluarganya sendiri. Manajemen keluarga
yang sederhana akan menjadi rumit. Bisa jadi, di dalam sebuah keluarga seorang
suami tidak berlaku jujur atau tidak terbuka dengan istrinya. Soal keuangan
saja, lalu ada uang perempuan, uang laki-laki, atau bahkan uang gelap.
Apakah sebenarnya sebuah keluarga membutuhkan itu semua? Jawabannya
pasti tidak, karena kebutuhan keluarga itu sederhana. Menjadi tidak
sederhana ketika nilai-nilai keluarga itu tidak lagi menjadi sumber orientasi.
Dalam hati
mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta (QS.
Al Baqarah:10).
Penyakit
hati bisa menimpa dan menyerang siapa saja, baik individu maupun kolektif.
Akhir-akhir ini dunia pendidikan kita sedang mengalami kecemasan. Dunia
pendidikan sebenarnya merupakan dunia yang sederhana. Pendidikan bertugas untuk
mendidik dan mengajar, sehingga siswanya dapat berperilaku sesuai moral dan
agama. Ketika dunia pendidikan dijejali bermacam-macam
kepentingan dari pihak tertentu karena keinginan sesaat, maka dunia pendidikan
menjadi berjejal muatan dan tujuan utama itu lalu hilang entah kemana. Begitu
juga dengan pembangunan di negara ini. Tugas utama pembangunan sederhana saja sebenarnya.
Ia bertugas memudahkan, melancarkan dan memartabatkan kehidupan. Akan tetapi
ketika di tubuh pembangunan terdapat aneka benalu penyimpangan karena ada pihak
yang terserang penyakit hati, yaitu ketidakjujuran, maka banyak sekali
pembangunan yang malah berarti perusakan. Ketidakjujuran akan mengakibatkan
kerugian bagi sesama dan diri sendiri. Dalam hal ini Allah mengingatkan “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang” (QS. Al
Muthaffifiin:1).
Ketidakjujuran
akan menimbulkan ketidakjujuran yang lain. Maksudnya, jika seseorang berbohong,
maka ia akan melakukan kebohongan lagi untuk menutupi kebohongan sebelumnya dan
ini akan beranak pinak. Allah berfirman, “Katakanlah: “Sesungguhnya orang-orang
yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidak beruntung” (QS. Yunus:69).
Berdasarkan ayat tersebut, orang yang tidak jujur atau berbohong akan mengalami
kerugian, bahkan dampak terbesar dari ketidakjujuran akan menimpa orang lain.
Ketidakjujuran atau kebohongan merupakan penyakit hati yang harus dimengerti
dan dipahami, karena kedatangannya jarang sekali yang mengerti. Jika
ketidakjujuran sudah menjadi sebuah kebiasaan, maka kehidupan akan menjadi
rumit sekali.
Sebenarnya di dunia ini
tidak ada urusan yang rumit. Persoalan-persoalan yang penuh permasalahan karena
adanya kecurangan dan ketidakjujuran. Selain itu, permasalahan seringkali
timbul disebabkan pembiaran, ditumpuk, diabaikan untuk kemudian ia
beranak-pinak sedemikian rupa hingga tak bisa lagi dicegah kecuali harus
berujung pada kerusakan. Seluruh kerusakan itu disebabkan penyakit hati,
penyakit yang membuat indera peraba, perasa, pendengar, pencium, pengecap
lenyap dan yang tertinggal hanya indera kepentingannya sendiri. Berdasarkan uraian tersebut, maka di dalam sebuah keluarga hendaknya
orang tua memberikan contoh kepada anak-anaknya tentang kejujuran. Tidak hanya
melalui perkataan, tetapi juga melalui perilaku sehari-hari. Segala sesuatu
yang dicontohkan melalui perilaku akan mudah dicerna dan ditiru oleh anak-anak
dan orang-orang di sekitar kita.
Komentar