MENYAMBUT IDUL FITRI


Idul fitri atau lebaran setelah berpuasa adalah salah satu lebaran yang diajarkan Islam. Lebaran kedua terlaksana setelah ibadah Haji, yaitu Idul Adha. Keduanya dianjurkan bagi yang merayakannya untuk mengucapkan takbir. Idul fitri berarti kembali pada naluri kemanusian yang murni dan kembali pada keberagamaan yang lurus, setelah selama Ramadan manusia menempa dirinya. Tujuan puasa seperti yang kita ketahui bersama, menurut Al-Quran yaitu “agar manusia bertaqwa”(QS Al-Baqarah:183). Tapi, apa tujuan Idul fitri? Apa yang harus dilakukan setelah usainya puasa Ramadan? Al-Quran menjelaskan, “Puasa hari demi hari yang berlalu itu hendaknya disempurnakan bilangannya, dan agar kamu membesarkan dan mengagungkan Allah atas anugerah petunjuk-Nya dan agar kamu bersyukur”(QS Al-Baqarah:185).
            Syukur paling tidak mempunyai tiga makna, (1) menampakkan apa yang tersembunyi. Jika di bumi pertiwi, dimana kita tinggal ini ada nikmat-nikmat Allah yang begitu banyak dan masih terpendam, maka kita berkewajiban menampakkannya ke permukaan atau mengolahnya sehingga dapat dinikmati oleh semua manusia. Selain itu, manusia mempunyai potensi terpendam yang seharusnya dibimbing senantiasa untuk membantu atau meringankan beban orang lain; (2) memberi yang banyak, walaupun menerima lebih sedikit. Itu salah satu makna syukur yang diperintahkan kepada kita untuk dilakukan. Memberi bukan berarti hanya materi, tetapi juga pikiran, tenaga, bahkan doa-doa terbaik kita; (3) bersyukur dalam arti menyadari betapa besar anugerah Allah, dan anugerah-Nya itu harus difungsikan sebagaimana Allah menghendaki-Nya untuk berfungsi. Laut di anugerahkan Allah agar kapal-kapal dapat berlayar, dan agar mutiara-mutiara yang terpendam diangkat, diolah, dan dapat dipakai.
            Dalam konteks Idul fitri ini, kita harus memahami apa yang dimaksud dengan kata fitrah. Fitrah mempunyai tiga makna, yaitu suci, asal kejadian, dan agama yang benar. Dan, jika kita memahami bahwa Idul fitri berarti kembali kepada kesucian, maka suci itu sendiri mempunyai tiga makna, yaitu indah, baik, dan benar. Seorang yang ber-Idul fitri akan selalu indah, akan selalu berusaha mencari kebenaran, dan akan selalu menampilkan yang baik. Seorang yang ber-Idul fitri adalah seorang ilmuwan, karena mencari yang benar menghasilkan ilmu. Juga seorang seniman, karena mengekspresikan keindahan adalah seni. Dan juga seorang budiman, karena dengan berbuat baik seseorang akan menjadi manusia yang berbudi-luhur.
            Dari penjabaran tersebut berarti kata Idul Fitri atau kembali kepada fitrah merupakan pengertian yang sangat relevan atau berhubungan dengan makna sebenarnya dari keberhasilan yang diperoleh setelah berakhirnya pelaksanaan ibadah puasa. Idul Fitri atau Lebaran sebagai jalan menuju kepada keadaan fitrah manusia layaknya seperti seorang bayi yang baru dilahirkan, bersih dan tanpa dosa. Hal tersebut merujuk pada perjanjian awal atau "Perjanjian Primordial" yang berisi pengakuan manusia terhadap Ke-Esa-an Allah sebagai satu-satunya Tuhan yang patut disembah sebagaimana terangkum dalam Surah al-A’raf ayat 172 “(Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau adalah Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
            Ketika kita merayakan Idul fitri akan berusaha dalam semua kegiatan kita agar menjadi baik, benar, dan indah. Karena itu pada hakekatnya seorang yang ber-Idul fitri mengenakan pakaian takwa. Pakaian yang kita tenun selama bulan Ramadan, pakaian yang semestinya kita pakai sepanjang saat, khusunya setelah kita menempa diri selama sebulan penuh dengan berpuasa. Dalam konteks ini Al-Quran berpesan, “Janganlah kamu menjadi seperti seorang perempuan dalam cerita lama, mengurai kembali tenunannya sehelai benang demi sehelai setelah ditenunnya dengan kuat” (QS Al-Nahl:92). Jangan sampai dengan Idul fitri kita melepaskan kendali, sehingga melakukan hal-hal yang tidak dibenarkan oleh agama. Dengan Idul fitri atau dengan memasuki bulan syawal yang artinya adalah meningkat, kita diharapkan meningkat segala kebaikan kita, meningkat kebenaran kita, meningkat keindahan kita, meningkat ilmu kita, meningkat segala-galanya. Meningkat itulah sebenarnya makna syukur kepada Allah dan itulah tujuan Idul fitri.

Surabaya. 9 Juni 2016

Komentar