KENIKMATAN ROHANI


Idul fitri atau bulan Lebaran banyak orang melakukan silaturahim ke tempat-tempat di mana keluarganya berada. Mungkin ritual ini bisa dijadikan media untuk merenung tentang manusia dan segala kenikmatan serta kebahagiaan yang dianugerahkan kepadanya. Manusia terdiri dari fisik dan non-fisik, manusia mempunyai akal (Jasmani), nafsu, dan ruh. Masing-masing itu mempunyai kenikmatan sendiri-sendiri. Kenikmatan fisik (jasmani), misalnya dalam makan dan minum. Makan dan minum dibutuhkan manusia, tetapi sebagaimana dokter, bahkan agama mengingatkan “jangan mengikuti nafsu dalam makan dan minum”, karena apabila diikuti akan menimbulkan gangguan penyakit”.
            Nafsu juga memiliki kenikmatan. Kenikmatannya bisa jadi menyebabkan seseorang lupa akan kewajibannya menjaga jasmani. Maksudnya, seseorang bisa lupa makan dan minum, bahkan bisa meninggalkan makan dan minum, serta bisa jadi meninggalkan aktivitasnya yang lebih penting. Sebagai contoh ketika seseorang sedang khusyuk bermain, ia akan lupa akan makan dan minum, dan bahkan akan meninggalkan kewajibannya yang lebih penting. Itulah kenikmatan nafsu yang dalam konteks ini Imam Al Gazhali berkata “Sesuatu yang besar yang diperbuat manusia di muka bumi ini adalah mampu menahan gejolak nafsu”.
            Di samping itu ada kenikmatan yang kedudukannya jauh lebih tinggi dari kedua yang disebutkan di atas, yaitu kenikmatan rohani. Ada seseorang yang bersedia untuk tidak makan dan tidak minum, bahkan meninggalkan keinginan-keinginan nafsunya, karena ingin mendapatkan kenikmatan yang lebih tinggi lagi, yaitu kenikmatan rohani. Kita biasa melihat di bulan Syawal atau Lebaran banyak masyarakat Indonesia yang melakukan ritual mudik untuk melakukan silaturahim kepada keluarga dan tetangga. Hal tersebut bisa dikatakan rugi apabila dilihat dari segi biaya, waktu, dan tenaga. Tetapi, kalau dilihat dari segi rohani maka seseorang yang mudik bersilaturahim akan merasakan kebahagiaan dan merasakan kenikmatan.
Berdasarkan hal tersebut banyak orang yang bahagia bisa mudik bersilaturahim, karena memang kenikmatan rohani didapatkannya ketika bertemu dengan kerabat dan sahabat karib di kampung halaman. Kenikmatan rohani merupakan kenikmatan tertinggi. Sebagai contoh saat orang tua melarang anaknya untuk berpuasa karena sakit, namun anak itu masih berkeras hati untuk tetap berpuasa, karena si anak merasakan kenikmatan rohani. Kenikmatan rohani mampu mengalahkan tuntutan nafsunya dan mampu mengalahkan kebutuhannya sehari-hari untuk makan dan minum. Begitulah kenikmatan rohani yang biasa ditempuh seseorang melalui jalan silaturahim, walaupun jarak begitu jauh.
Rasul Saw. bersabda, “Barang siapa yang ingin dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim” (Muttafaqun ‘alaihi). Berdasarkan hal itu pada saat bersilaturahim cari orang-orang yang pernah putus hubungan dengan kita dan sambunglah hubungan itu, cari mereka yang pernah kita lukai hatinya, lalu berminta maaflah, ketika itu kita akan merasakan kenikmatan rohani yang tiada taranya. Ketika kita dengan keluarga atau orang tua yang sudah demikian lama berjauhan, kemudian mudik kembali kepada mereka, maka kenikmatan rohani akan kita dapatkan. Sekian lama kita tidak pernah bertemu dengan seseorang, maka saat dipertemukan kita mendapatkan kenikmatan rohani. Bahkan, kenikmatan rohani bisa kita dapatkan saat kita saling memaafkan kesalahan yang kita lakukan.
Itulah rahasia mengapa sekian banyak orang bersedia untuk berletih-letih, untuk berlapar-lapar untuk mudik ke kampung halaman dan untuk mendapatkan kebahagiaan rohani. Alhasil, kebahagiaan rohani dibutuhkan oleh semua manusia. Ingat, bahwa kenikmatan rohani melebihi kenikmatan jasmani dan nafsani. Kenikmatan rohani adalah keluhuran. Kenikmatan rohani merupakan persahabatan. Kenikmatan rohani semakin lama semakin meninggi dan tidak akan pernah habis. Berbeda dengan kenikmatan nafsani yang bisa menjerumuskan dan tidak pernah kenyang, karena bagaikan menggaruk eksim, semakin digaruk semakin nyaman dan akhirnya menyebabkan infeksi.

Sidoarjo. 10 Juni 2016

Komentar