Hati merupakan salah satu komponen
manusia yang peka akan peristiwa atau tindakan. Hati adalah segala sesuatu yang
terasa di dalam batin. Apabila seseorang melihat kebaikan dan keindahan, maka
hatinya akan merasakan kegembiraan. Sebaliknya, apabila seseorang melihat
keburukan dan bencana maka hatinya akan sedih, gelisah, atau bahkan berduka.
Hati manusia begitu peka merasakan segala sesuatu yang diterimanya. Secara
fitrah, hati manusia menginginkan ketenangan dan kebahagiaan. Manusia dapat
meraih ketenangan hati atau batin ketika manusia itu mengingat Allah. Allah
berfirman dalam Surat Ar-Ra’d, ayat 28 “(yaitu) orang-orang yang
beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah,
hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
Selain itu, hati yang dimiliki manusia mempunyai watak
khas. Jika hati itu disentuh oleh kelembutan, apa saja akan dimasukkan,
termasuk kekeliruan. Bahkan
kekeliruan, jika disebarkan dengan cara yang menyentuh dan indah, kekeliruan
itu akan menghuni hati dengan kuat sekali. Itulah kenapa apapun dan siapapun
yang telah menghuni hati dengan cara yang indah, ia terpatri begitu kuat.
Bagaimana jika penghuni hati itu bernama kesesatan?. Pasti manusia itu akan
tersesat jauh sekali. Sebaliknya, jika penghuni hati bernama kebenaran, maka
keteguhannya tidak akan mudah terguncang. Berdasarkan hal tersebut ada
ungkapan: tidak semua kekeliruan disampaikan dengan cara yang salah, dan tidak
semua kebenaran disampaikan dengan cara yang lembut dan indah.
Apabila kekeliruan disampaikan dengan cara yang indah,
maka kekeliruan itu akan mampu memengaruhi hati manusia. Dampaknya, manusia
yang telah terpengaruh itu akan memihak pada kekeliruan. Padahal, Allah
mengingatkan “Dan demikianlah Kami
jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis)
manusia dan (dan jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian
yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau
Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya, maka tinggalkanlah
mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
Maksud dari ayat tersebut bahwa setan-setan
jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.
Mereka berusaha memengaruhi orang-orang beriman melalui kata-kata lembut yang
terkesan indah. Di sisi lain, orang-orang yang menyebarkan kekeliruan memandang
perbuatannya benar. Padahal, kebenaran yang hakiki merupakan kebenaran dari
Allah SWT. Allah berfirman dalam Surat An-Naml, ayat 4 “Sesungguhnya
orang-orang yang tidak beriman kepada negeri akhirat, Kami jadikan mereka
memandang indah perbuatan-perbuatan mereka, maka mereka bergelimang (dalam
kesesatan).”
Hati merupakan komponen lembut yang dimiliki manusia,
sehingga hati begitu peka terhadap segala sesuatu yang diterima. Maka dari itu,
kebenaran dan kebaikan hendaknya disampaikan dengan kelembutan dan keindahan
agar dapat mengetuk sampai ke hati seseorang. Seperti yang telah disampaikan
sebelumnya, jika
penghuni hati bernama kebenaran maka keteguhannya tidak akan mudah terguncang.
Jika hati sudah teguh akan kebenaran niscaya Allah akan menambah keteguhannya.
Di Indonesia, begitu banyak jumlah
hati yang sedang dahaga, yang butuh disantuni oleh kelembutan dan keindahan.
Tetapi, kelembutan dan keindahan itu harus pula sekaligus yang benar. Jika
kelembutan dan keindahan dipinjam oleh pihak yang keliru, maka akan menjadi
berbahaya. Dampaknya, orang-orang yang terpengaruh akan merasakan kelembutan
dan keindahan tanpa tahu bahwa sedang menikmati kekeliruan.
Sidoarjo. 29 Maret 2015
Komentar