KEBAJIKAN


Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar (QS. An Nisaa’:40).

Manusia diciptakan Allah dalam keadaan baik, dalam keadaan fitrah. Itulah mengapa, hendaknya setiap saat manusia harus senantiasa berbuat baik. Akan tetapi, manusia bergaul dan bersosialisasi dipengaruhi oleh lingkungan, dipengaruhi oleh teman, bahkan dipengaruhi oleh bacaan, sehingga menjadi kabur kebaikan itu. Bahkan, bisa jadi kebaikan dianggap sebagai keburukan dan keburukan dianggap sebagai kebaikan. Ada yang mengatakan, “kita melakukan keburukan dengan sedikit terpaksa pada mulanya, dan kalau sudah terbiasa keburukan itu dengan mudah kita lakukan. Itu juga sebabnya, apabila seseorang melakukan keburukan pada mulanya sembunyi-sembunyi, dan kalau sudah terbiasa maka tidak akan malu lagi. Ini berbeda dengan kebaikan. Manusia tidak pernah memaksakan diri untuk berbuat kebaikan, dan tidak pernah sembunyi-sembunyi untuk melakukannya.
            Kebajikan seakar dengan kata kebaikan, yang bermakna sesuatu yang mendatangkan keselamatan. Keselamatan di sini akan menaungi seseorang yang berbuat kebajikan, maupun orang-orang di sekitarnya, karena orang yang berbuat kebajikan pasti akan membuat tenteram dan damai lingkungan sekitarnya. Jika seseorang belum dapat berbuat kebajikan, paling tidak seseorang itu tidak meresahkan atau tidak berbuat onar terhadap lingkungan sekitarnya. Kebajikan merupakan sesuatu yang menenangkan hati, sedangkan keburukan merupakan sesuatu yang membuat ragu-ragu, bimbang dan hati tidak tenang menghadapinya, walaupun sudah ada yang berkata tentang kebolehannya. “Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur” (QS. Al Insaan:5). Kafur adalah nama suatu mata air di surga yang airnya putih dan baunya sedap serta enak sekali rasanya. Maksudnya, seseorang yang berbuat kebajikan akan menemukan kenikmatan di dalam hidup.
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa (QS. Al Baqarah:177)

            Kebajikan bukan hanya sekadar ketika salat dan menghadapkan wajah ke arah Ka’bah. Kebajikan beraneka ragam dan banyak sekali bentuknya, Ada kebajikan yang berhubungan dengan hati dan berhubungan dengan akidah, misalnya beriman kepada Allah, beriman kepada Rasul, beriman kepada kitab suci Allah dan rukun-rukun iman yang lainnya, di samping itu adanya niat yang tulus dan sangka baik terhadap sesama. Ada kebajikan yang berhubungan dengan amal saleh atau perbuatan, baik amal sosial (bantuan atau sedekah) maupun amal ritual (salat, zakat, dan haji). Ada kebajikan yang berhubungan dengan akhlak, yaitu berhubungan dengan moral yang menghiasi pribadi seseorang, misalnya memenuhi janji. Janji kepada Allah, janji kepada manusia, janji kepada lingkungan.
Dalam konteks tersebut dapat digarisbawahi, bahwa memenuhi janji adalah kewajiban seorang muslim kepada sesamanya. Sama halnya dengan menunaikan amanah, baik amanah itu diterimanya dari saudara maupun orang lain. Demikian juga berbakti kepada orang tua, baik orang tua kandung, maupun orang-orang tua yang ada di sekitarnya. Itulah bagian dari akhlak, dan bagian dari kebajikan yang dituntut oleh Islam untuk ditegakkan bagi setiap siapa saja yang mengaku Muslim. Sebagai manusia yang beragama, mempunyai etika, dan bermoral banyak yang harus kita lakukan. Bukan hanya salat, puasa, dan berzakat. Berakhlak yang baik, berakhlak mulia, dan berbudi luhur adalah bagian terpenting dari kebajikan. Tanpa semua itu kebajikan yang kita lakukan masih tetap kurang.
Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amalan yang saleh karena memakan makanan yang telah mereka makan dahulu, apabila mereka bertakwa serta beriman, dan mengerjakan amalan-amalan yang saleh, kemudian mereka tetap bertakwa dan beriman, kemudian mereka (tetap juga) bertakwa dan berbuat kebajikan. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS. Al Maa‘idah:93).

Komentar