CAHAYA


Cahaya merupakan bentuk energi yang menjadikan kita sanggup untuk melihat. Cahaya memiliki kecepatan yang luar biasa, kira-kira mencapai 300.000 meter per detik. Cahaya tidak membeda-bedakan. Maksudnya, cahaya akan menyinari apapun tanpa memilih. Apapun itu dengan syarat posisi dan keadaannya harus sesuai atau tepat dengan masuknya cahaya. Cahaya dapat membelok dan inilah yang menyebabkan fatamorgana. Di sisi lain, benda yang transparan akan mudah ditembus cahaya, tetapi sebaliknya benda yang tidak transparan tidak akan di tembus oleh cahaya. Tanpa cahaya segala sesuatu akan menjadi gelap. Begitu juga dengan hati. Tanpa cahaya Allah hati manusia akan menjadi gelap. “Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS, 2:257).
            Berdasarkan kutipan di atas, cahaya dijadikan oleh Islam sebagai permisalan petunjuk-petunjuk Allah. Karena itu, ilmu adalah cahaya, kebajikan adalah cahaya, kitab suci adalah cahaya, air wudlu juga cahaya dan masih banyak lagi. Mari kita lihat sejenak tentang cahaya yang tidak membeda-bedakan. Itu berarti kita berkewajiban untuk membuka pintu hati kita lebar-lebar, niscaya cahaya akan dapat masuk, petunjuk dari Allah akan masuk. “Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikitpun,” (QS, 24:40). Jika petunjuk itu telah datang, dan kita masih menutup pintu hati kita, maka cahaya itu atau petunjuk itu dapat membelok.
            Cahaya di hari kemudian akan lahir dari kebaikan-kebaikan kita yang ada di dunia ini. Cahaya di hari kemudian akan diperoleh bagi mereka yang beriman. Kita sering mendengar, apabila sinar matahari telah memancar maka kita tidak perlu lagi menyalakan lampu, karena cahaya matahari lebih terang daripada sinar lampu. Dalam agama hal itu juga terjadi, apabila petunjuk dari Allah telah datang, maka kita tidak perlu mencari petunjuk dari yang lainnya. “Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami, menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al Kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak (pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan Kitab yang menerangkan,” (QS, 5:15). Maksud dari cahaya tersebut adalah Nabi Muhammad saw dan Kitab adalah Al-Quran. Rasulullah adalah cahaya atau petunjuk dari Allah untuk seluruh umat manusia. Demikian juga dengan Kitab suci Al-Quran.
            Ada cahaya yang dapat kita lihat, ada juga cahaya yang tidak bisa kita lihat. Maksudnya cahaya yang tidak dapat dijangkau oleh mata telanjang kita. Begitu juga dengan petunjuk-petunjuk agama, ada yang tidak bisa dijangkau dengan nalar manusia. Tetapi bukan berarti itu keliru atau tidak ada, karena memang kemampuan manusia sangat terbatas. Hal yang tidak bisa dijangkau oleh nalar manusia hendaknya dijangkau dengan iman. Salah satu contohnya yaitu mengimani kitab suci Al-Quran sebagai cahaya atau petunjuk Allah. “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa (yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka,” (QS, 2:2-3).
Iman ialah kepercayaan yang teguh yang disertai dengan ketundukan dan penyerahan jiwa. Tanda-tanda adanya iman ialah mengerjakan apa yang dikehendaki oleh iman itu sendiri. Ghaib ialah yang tak dapat ditangkap oleh pancaindera. Percaya kepada yang ghaib yaitu, mengi'tikadkan adanya sesuatu yang maujud yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindera, karena ada dalil yang menunjukkan kepada adanya, seperti: adanya Allah, Malaikat-Malaikat, Hari akhirat dan sebagainya. Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. Menurut istilah syara' ialah ibadat yang sudah dikenal, yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam, yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada Allah. Mendirikan shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan melangkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir ataupun yang batin, seperti khusu', memperhatikan apa yang dibaca dan sebagainya. Rezki merupakan segala yang dapat diambil manfaatnya. Menafkahkan sebagian rezki, ialah memberikan sebagian dari harta yang telah direzkikan oleh Allah kepada orang-orang yang disyari'atkan oleh agama, seperti orang-orang fakir, orang-orang miskin, kaum kerabat, anak-anak yatim dan lain-lain. Itu semua merupakan cahaya atau petunjuk dari Allah. Di hari kemudian nanti, cahaya kebaikan yang akan menerangi langkah-langkah kita menuju keabadian.

Komentar