dan
agar orang-orang yang telah diberi ilmu,
meyakini bahwasanya Al Quran itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu mereka beriman
dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk
bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus (QS. Al Hajj:54)
Orang-oang berilmu
disebut berungkali di dalam Al Quran. Maka dari itu, salah satu kebutuhan
manusia di dunia, yaitu belajar. Belajar apa saja, dengan catatan memiliki
tujuan akan kebaikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, belajar adalah
usaha untuk memperoleh kepandaian akan ilmu. Seseorang yang enggan belajar akan
sulit mengikuti perkembangan. Kedudukan ilmu begitu penting dalam kehidupan
manusia, karena di sana terdapat berbagai macam pengetahuan. Ilmu diibaratkan
sebagai cahaya, karena di dalam ilmu terpancar informasi-informasi yang
sebelumnya tidak diketahui manusia. Pintu masuk memperoleh ilmu, yaitu dengan
membaca, “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang
menciptakan,” (QS. Al Alaq:1). Membaca tidak hanya membaca ayat-ayat Allah yang
tertulis dan juga buku, tetapi juga membaca ayat-ayat dan tanda-tanda Allah
yang berserak di seluruh penjuru alam semesta ini.
Dan
di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui (QS. Ar
Ruum:22).
“Orang-orang
mengetahui” tersebut tentu sebutan untuk orang yang berilmu, karena seperti
yang diuraikan dalam Surat Ar Ruum ayat 22 bahwa orang-orang yang mengetahui
mampu membaca tanda-tanda dari Allah. Dari sini dapat dikatakan, orang yang
berilmu merupakan orang yang dapat membaca tanda-tanda dari Allah. Sedangkan
orang yang tidak berilmu atau orang yang enggan belajar hidupnya akan merugi.
Jadi jelas, kedudukan orang yang berilmu jauh lebih tinggi daripada orang yang
tidak berilmu. Akan tetapi, di zaman sekarang ini kita bisa melihat, bahwa
kedudukan ilmu tidak penting lagi karena kebanyakan manusia berbondong-bondong
memperebutkan harta benda. Padahal dengan memiliki ilmu, manusia akan
memperoleh keselamatan di dunia dan akhirat. Allah berfirman: Sebenarnya, Al
Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang
zalim (QS. Al ‘Ankabuut:49).
Ilmu
itu tidak bertepi atau bisa dikatakan seluas jagat raya ini, akan tetapi tidak
mungkin jika manusia itu menguasai semua bidang keilmuan. Maksudnya, seseorang
harus bisa memilih prioritas keilmuan apa yang akan dipelajari. Dari sini,
seseorang harus berusaha mengenali potensi dirinya sendiri, kemudian belajar
sesuai dengan potensi dan kemampuan tersebut. Dengan begitu, ilmu yang diraih
seseorang akan bisa bermanfaat untuk kemaslahatan sesama. Tentu orang yang
demikian akan meraih kebahagiaan di dunia.
Ada
pepatah lama yang menyatakan, bahwa “jika kamu menginginkan dunia raihlah ilmu,
jika kamu menginginkan akhirat raihlah ilmu, dan jika kamu menginginkan
keduanya raihlah ilmu”. Berdasarkan hal tersebut, ilmu yang diraih manusia
harus memiliki azas kemanfaatan. Ilmu yang bermanfaat selain dapat memberi
sumbangsih terhadap keilmuan itu sendiri (ilmiah), juga akan bermanfaat untuk
dirinya sendiri kelak di akhirat (amaliah). Bagi siapa yang dianugerahi
keduanya, maka itulah manusia yang diberi hikmah dan kebajikan yang banyak.
Dan
Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda, lalu Kami hapuskan tanda malam
dan Kami jadikan tanda siang itu terang, agar kamu mencari kurnia dari Tuhanmu,
dan supaya kamu mengetahui bilangan tahun-tahun dan perhitungan. Dan segala
sesuatu telah Kami terangkan dengan jelas (QS. Al Israa’:12).
Bagi
yang senantiasa belajar, maka akan memahami bahwa ilmu Allah itu jelas dan
nyata. Ilmu merupakan cahaya yang membimbing manusia menuju kebahagiaan hidup.
Ilmu yang diperoleh seseorang hendaknya mampu memberi kemanfaatan untuk pihak
lain. Maka dari itu, seharusnya orang yang berilmu juga sekaligus orang yang
berakhlak. Jika ada orang yang berilmu tetapi tidak memiliki akhlak, maka bisa
menyebabkan kerusakan. Jadi, orang yang berilmu seharusnya rendah hati. Allah
telah memberi tanda akan hal tersebut, yaitu semakin padi itu menua dan
meninggi, maka ia akan semakin menunduk. Demikianlah seharusnya, antara ilmu
dan akhlak tidak bisa dipisahkan.
Komentar